Ah hujan. Aku selalu suka hujan. Hujan itu waktu yang tepat untuk melamun. Melamunkan bulir-bulir kenangan yang turun bersama air dari langit.
Hingga akhirnya gravitasi membuatnya menghujam tanah, bentuknya seperti jarum. Begitu terasa menusuk dan sakit walau sedikit. Membuat terhenyak walau sejenak.
Seperti biasa. Aku melamun duduk di sofa, menatap kaca jendela, tepat didepannya, menyaksikan air turun menyusuri. Bagai melihat sebuah film, film berjudul namamu. Semua hanya wajahmu yang terproyeksikan.
Hingga akhirnya hujan reda, yang tersisa hanyalah hujan yang baru. Dimataku, karena rindu.
Bagaimana mungkin hadir lagi pelangi dihati yang basah ini? Sedangkan kamu, sang mentari, pergi dibayangi awan kelabu penutup mimpi. Kembalilah.... Buat mataku berwarna lagi.

No comments:
Post a Comment